Kebutaan adalah hal yang sangat ditakuti semua orang di dunia ini, termasuk saya. maka dari itu mata adalah pemberian yang terindah yang mesti kita jaga. Tanpa mata kita seakan tak bisa hidup dengan bahagia, tidak bisa melihat alam yang diciptakan Tuhan untuk kita. Hendaknya kita jaga baik-baik pemberian Tuhan yang berharga ini dari kebutaan.
Di Indonesia glaukoma telah menjadi
penyebab kebutaan nomor dua setelah katarak. Berbeda dengan katarak yang
masih bisa dioperasi, glaukoma adalah ‘si pencuri penglihatan’ yang
tidak bisa disembuhkan karena kerusakan yang terjadi pada saraf matanya.
Kerusakan saraf yang terjadi membuat aliran cairan di mata terhambat
sehingga menjadi bengkak, akibat aliran yang terganggu ini membuat
tekanan bola mata menjadi tinggi
Badan
kesehatan dunia (WHO) menuturkan sebanyak 90 persen kasus glaukoma di
negara berkembang tidak terdeteksi. Hal ini disebabkan deteksi untuk
penyakit glaukoma cukup sulit dan membutuhkan peran aktif dari
masyarakat serta dukungan dari pelayanan kesehatan dan pemerintah.
“Glaukoma
menyebabkan kebutaan permanen dan hanya bisa dicegah dengan cara
deteksi dini. Kebanyakan pasien tidak menyadari bahwa dirinya menderita
glaukoma, sehingga rata-rata baru ke rumah sakit setelah mengalami
kebutaan di salah satu mata atau kedua matanya. Karena itu glaukoma
disebut juga sebagai ‘si pencuri penglihatan’,” ujar Dr Tjahjono D
Gondhowiardjo, SpM(K),PhD dalam acara seminat dan deteksi dini glaukoma
di Kemenkes Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Kamis (10/3/2010).
Untuk
mata yang normal tekanan bola mata yang terukur antara 10 mmHg sampai
20 mmHg. Apabila melebihi di atas 21 mmHG, maka akan terjadi penekanan
terhadap saraf mata (nerves II) dan akan menimbulkan kerusakan permanen.
Hal ini menyebabkan kematian pada sistem saraf yang akan membentuk
bintik buta dan berpengaruh pada daya penglihatan.
Walau
tekanan bola mata tinggi di atas 21 mmHG, tapi faktor risiko glaukoma
baru sebesar 30 persen saja. Pasien baru akan di vonis menderita
glaukoma apabila struktur dan fungsinya juga mengalami kerusakan.
“Salah
satu cara untuk mencegah glaukoma adalah dengan melakukan deteksi dini
terutama bagi orang yang sudah berusia di atas 40 tahun. Biasanya orang
yang glaukoma juga ada yang menunjukkan gejala seperti kesandung, jatuh,
suka nabrak tapi hanya sedikit yang merasa sakit,” ujar ketua Perdami
(Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia).
Secara
khusus gejala klinis glaukoma dibagi menjadi glaukoma yang akut dan
kronis. Berdasarkan anatomi sudut bilik mata depan, glaukoma dibedakan
atas glukoma sudut tertutup dan glukoma sudut terbuka, sedangkan
berdasarkan penyebabnya, glukoma dibedakan menjadi glaukoma primer dan
sekunder.
Bahaya glaukoma akut harus
diwaspadai termasuk oleh dokter umum, karena menyebabkan kebutaan yang
cepat pada kedua mata. Pasien datang ke bagian unit darurat dengan
keluhan utama nyeri di sekitar mata dan menurunnya ketajaman
penglihatan, dapat disertai sakit kepala, muntah dan sakit perut
sehingga dapat didiagnosis terjadi gangguan pencernaan atau gastritis.
Risiko
terjadinya glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat
2% dari populasi usia 40 tahun terkena glaukoma. Angka ini dapat
bertambah bila usia semakin bertambah pula. Begitunya riwayat anggota
keluarga yang terkena glaukoma sebelumnya, pemakaian obat-obat steroid
dalam jangka waktu lama, riwayat trauma pada mata, penyakit-penyakit
sistemik seperti penyakit darah tinggi, penyakit gula.
Untuk
mengetahui apakah seseorang mengalami gangguan penglihatan lapang
pandang, caranya cukup mudah. Yakni dengan menutup salah satu mata
dengan tangan, mata yang terbuka difokuskan pada satu benda yang berada
tepat lurus di depan. Bagi mata normal, meski mata ditutup satu tangan
masih bisa melihat benda-benda lain di samping kanan dan kiri. Sedang
penderita glaukoma hanya dapat melihat benda-benda yang terletak pada
arah fokusnya saja.
0 komentar:
Posting Komentar